Sebuah Ulasan Track by Track: Laze-Waktu Bicara
- avicenadharma
- Jun 25, 2018
- 6 min read

Havie Parkasya a.k.a. Lazy P, a.k.a. Laze bukan merupakan nama baru dalam skena hip-hop lokal. Perilisan album perdana Vacant Room (2015), dan beberapa single serta feature yang telah ia keluarkan pun dirasa cukup untuk menempatkan dirinya pada pemetaan talenta hip-hop terbaik di Indonesia. Pujian dan support dari sesama rapper juga rasanya sudah begitu mengenyangkan bagi Laze. Bahkan the almighty Young Lex himself saja pernah memberikan banyak pujian pada Laze di dalam salah satu video YouTube-nya. Oh tuhan, apalagi yang dapat dicapai oleh Laze setelah itu?
Setelah cukup menarik perhatian bersama kolektif ONAR dalam kurun waktu satu tahun terakhir, rasanya sekarang adalah waktu yang tepat bagi Havie untuk mengeluarkan album penuh keduanya, Waktu Bicara. Berisikan 15 buah track, beberapa diantaranya merupakan single yang telah dirilis sebelumnya. Lagu seperti ‘Budak’, ‘Peringatan’ dan ‘Kota Keras’, merupakan beberapa material lama yang berhasil lolos ke dalam final cut album ini. Dengan bantuan beberapa feature dari dua rekannya di ONAR, Aryo Wismoyo dan Ayub John, penyanyi R&B asal Jakarta Italiani, serta guest verse dari rapper asal Malaysia Zet Legacy, album ini mengisahkan berbagai topik sehari-hari yang dikemas dengan gaya produksi R&B nan soulful ala 90s/early 2000s east coast hip-hop.
Lagu Pembuka: Introgasi
Pertama-tama, intro-gasi. Got it?
Diawali dengan spoken word skit mengenai betapa ‘keras’-nya kota Jakarta, lagu pembuka ini mencoba untuk menggambarkan latar belakang album Waktu Bicara, dengan sisipan berbagai rumusan mengenai masalah kehidupan di Ibukota Jakarta. Dikemas dengan instrumentasi Jazz yang kental, lagu ini agak mengingatkan kita pada lagu Roc Boys (And The Winner Is), single utama Jay-Z pada album American Gangster (2007). Instrumentasi jazz tersebut juga membuat kesan ‘representing’ Kota Jakarta pada lagu ini menjadi lebih terasa. Sebuah lagu pembuka yang cukup solid.
Fav Line: “Bila kau pengganggu, tolong antri di loket, karena mereka sama sekali tidak punya etiket”. Cerdik.
2. Belum Tentu Emas (Feat. Zet Legacy)
Sebagai satu-satunya lagu yang memiliki rapper tamu, Faris Rahman a.k.a Zet Legacy dirasa menjadi penunjang yang tepat bagi lagu ini. Sebuah lagu yang sederhana, dibumbui dengan dua bait lirik yang berisi cerita mengenai upbringing kedua rapper yang memiliki latar belakang budaya berbeda.
Fav Line: “Hawa butuh kasih sayang dia hanya kasih prada, orang berada tapi dirumah tak pernah ada”
3. Biarkan Waktu (Feat. Aryo Wismoyo)
Mengangkat tema mengenai peran materi dan kekayaan dalam sebuah hubungan percintaan, Laze bercerita mengenai salah satu pengalaman yang pernah ia alami. Secara keseluruhan, kemampuan storytelling Laze menjadi sorotan utama dari lagu ini. Dari sisi produksi, instrumental lagu terdengar begitu monoton. Kemandulan instrumental tersebut pun diperparah oleh feature impoten dari Aryo Wismoyo. Hook yang dinyanyikan terkesan malas dan cenderung menjadi pengganggu.
Fav line: “Ia seorang primadona, bila tidak lagi prima, ia tetap jadi Madonna”,
4. Berlalu
Sudah terlebih dahulu dirilis pada November 2017, lagu ini merupakan sebuah intipan kecil menuju album Waktu Bicara. Pada album ini, “Berlalu” diposisikan sebagai sequel langsung dari lagu sebelumnya, “Biarkan Waktu”. Biarkan Waktu-Berlalu. Hanya berdurasi selama 1 menit dan 3 detik, lagu ini dibalut dengan musik yang begitu sederhana, tanpa sebuah hook maupun chorus. Lagu ini pun ditinggikan oleh atribut lirik yang begitu introspektif, menyempurnakan tautan cerita pada lagu sebelumnya.
Fav line: “Ku tumbuh dengan usaha dan tangis, sedangkan kau darah biru macam gemari celana jeans”
5. Mengerti (Feat. Ayub John)
Dari segi produksi, penggunaan funky clav keyboard dalam lagu ini merupakan sebuah tambahan yang begitu menarik. Chorus dan hook yang dinyanyikan oleh Ayub John juga membuat lagu ini semakin mudah untuk dicerna dan dinikmati. Memang sebuah keputusan mudah rasanya untuk menjadikan lagu ini sebagai single utama.
Fav line: “Waktu ku muda tak semua mudah, bila ku tua ku harap aku bertuah”;
6. Budak
Loop melodi trompet di lagu ini adalah sebuah instant classic. Sebuah instrumentasi heavy-sampling yang mengingatkan kita pada penggunaan sampel trompet Move On Up milik Curtis Mayfield pada lagu Touch The Sky-nya Kanye West. Beat pada lagu ini memiliki sebuah daya tarik pada sendirinya, hingga sebuah hook atau chorus yang kompleks menjadi sesuatu yang tidak diperlukan. Dari segi lirik, Laze menguraikan berbagai bentuk perbudakan di kehidupan modern ini. Mulai dari kehidupan manusia yang diperbudak nafsu keinginan, ketenaran, maupun kekayaan. Lagu ini merupakan sebuah kritik pedas terhadap praktik kapitalisme dan konsumerisme secara global, sebuah topik berbobot yang berhasil dikemas ringan melalui penggunaan kalimat sederhana yang mudah untuk dicerna.
Fav line: “Perempuan manis kulit putih mulus, tapi sekolah dan cintanya, sama-sama putus”
7. Cerita Benar (Feat. Ayub John)
Pada lagu ini, Laze sedikit bercerita mengenai lingkungan keluarga dan peristiwa kehidupan yang membentuknya hingga menjadi seperti sekarang. Selain itu ia juga mencoba untuk menepis stereotip mengenai kehidupan rapper yang dinilai selalu dikelilingi oleh kemewahan. Kembali dengan tutur bercerita yang cukup komprehensif, Cerita Benar menjadi salah satu lagu paling emosional di album ini. Sebuah refleksi masa lalu yang sungguh (sedikit klise mungkin) menyayat hati.
Fav line: “Ibu mendorong semangat supaya ku berupaya, hatinya lunak tapi kerjanya keras, ia seorang dosen tapi ku tak naik kelas”.
8. Kota keras
Kembali pada tema keras Kota Jakarta, Laze menyuarakan beberapa fenomena dan realita yang terjadi pada kehidupan di Ibukota. Dikemas dengan sedikit instrumental rock, beat Kota Keras menambah kesan hardcore yang memang ingin digambarkan oleh tema lagu ini. Sebuah lagu yang sungguh menghentak, namun sedikit terasa out of place, setelah gaya produksi yang lebih soulful pada lagu-lagu sebelumnya.
Fav line: “Uang kotor disikat jadi uang bersih, tak melapor apabila tuan kasih,
harta bicara semoga engkau fasih”
9. Lari Sejenak (feat. Aryo Wismoyo)
Membahas mengenai pelarian manusia dari riuhnya kehidupan kepada kesenangan-kesenangan keduniaan, topik yang coba diangkat pada lagu ini sesungguhnya cukup menarik. Sedikit mengecewakan jadinya, ketika pengemasan dan produksi musik/hook terdengar biasa-biasa saja. Kedua bait lirik cukup oke, tetapi tidak ada yang menonjol. Flow yang digunakan cenderung membosankan, ditambah dengan hook oleh Aryo Wismoyo yang kembali mengecewakan. Overall: meh.
Fav line: none
10. Fokus
Flow Laze pada verse pertama merupakan sebuah revelasi. Pola rima yang digunakan pada verse pertama juga berkedudukan tinggi. Di lagu ini, Laze menyampaikan testimoni mengenai kesiapannya dalam memasuki industri musik di Indonesia. Bagian awal lagu ini terdengar sungguh menarik, sayangnya hanya bertahan sampai verse pertama, hingga akhirnya memasuki bagian hook. Bagian hook dari Laze di lagu ini terdengar insignifikan dan terlewat sederhana.
Fav line: “Dalam masalah selalu ada jalan, diselesaikan dengan kepala atau dengan kepalan”
11. Peringatan
Hook dan Flow pada lagu ini merupakan sebuah daya tarik besar yang sukar kita temui pada beberapa lagu lainnya. Dengan gaya penulisan braggadocio rap, lirik penuh lagak di “Peringatan” berisikan beberapa wordplay terbaik yang dapat kita temui pada album ini. An absolute banger.
Fav line: “Bila kau mencela dah pasti memantul seperti itu bola atau huruf qolqolah”;
“Makan asam garam juga bubuk lada, sampai perih mata tapi bukan gorilla”.
12. Harap Itu Aku
Tidak diragukan bahwa lagu ini dapat diperdebatkan sebagai lagu terbaik pada album Waktu Bicara. Mengulas topik mengenai perceraian, pelarian, dan hilangnya figur contoh bagi sang anak yang menjadi korban, “Harap Itu Aku” merupakan sebuah ode yang melekat dengan lubuk hati terdalam banyak orang. Intimasi yang menjadi daya tarik lagu ini pun kian sempurna setelah dibalut oleh instrumentasi yang sungguh memesona. Sebuah lagu yang sungguh memedihkan, sekaligus begitu menawan.
Fav Line: “Imajinasi diatas panggung besar beraksi, ingin jadi bintang sebab ayah selalu galak si”
13. Kisah Bahagia (Feat. Italiani)
Sebagai satu-satunya lagu dengan feature perempuan, Kisah Bahagia memberikan sebuah penyegaran terhadap corak album Waktu Bicara, dan rasanya dapat disandingkan dengan ‘Harap itu Aku’ dan ‘Cerita Benar’ sebagai lagu terbaik di album ini. Beat lagu ini sekilas sedikit mirip dengan lagu Good Day oleh Greg Street ft. Nappy Roots, dengan sedikit sentuhan modern. Sungguh menarik bagaimana di samping produksi musik dan hook yang begitu menawan, lirik dan pengolahan kata dari Laze masih menjadi pusat perhatian.
Fav line: “Underground bukan berarti terkubur, tapi tertanam, pupuk kerja keras agar subur”.
14. Terlalu Cepat
Agaknya sedikit terlalu cepat untuk menempatkan “Cerita Benar” sebagai lagu paling emosional di album ini. “Terlalu Cepat” merupakan kisah Laze mengenai dua orang sepupunya yang meninggal dunia pada usia muda. Lagu ini adalah sebuah persembahan yang begitu indah, merupakan jenis lagu yang bisa membuat kita bergeming, mendengarkan lirik demi lirik yang diucapkan. Kudos untuk Laze buat yang satu ini, sebuah lagu yang sangat indah.
Fav bar : “Karena saat 17 ia hembuskan napas
Terakhir terkulai lemas diatas sebuah matras
Tanpa selamat tinggal tuk waktu yang tak terulang
Karena saat ku pulang ke rumah kau pun sudah berpulang”.
15. Waktu Bicara
Waktu Bicara merupakan lagu introspektif berisikan lirik reflektif yang amat menggugah perasaan dan pemikiran. Merupakan sebuah lagu penutup yang sempurna. Sebuah lagu penutup yang berhasil mengakhiri album ini pada level paripurna.
Fav line: “Cari fakta sebelum yakin yang kau gagas Percaya kabar burung macam bisa bahasa unggas”.
Seperti yang selalu kita duga pada setiap guratan lirik yang Laze tulis, album ini berisikan belasan quotable lines yang sarat akan wordplay, metafora, dan punchlines cerdik nan jenaka. Soal kemampuan mengolah lirik, kemampuan Laze memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Namun rap sebagai sebuah karya musik, tidak melulu menjadi persoalan lirik semata. Seorang rapper harus dapat memberikan sebuah ‘full package’ dalam menyajikan sebuah album penuh. Perpaduan antara kualitas lyricism, flow, hook dan beat yang seharusnya bersinergi satu sama lain, rasanya masih belum tercapai pada beberapa lagu di album ini. Satu hal yang harus segera diberi perhatian lebih pada karir Laze kedepan merupakan konsistensi dalam proses produksi dan penulisan hook, yang pada beberapa lagu di album ini cenderung terdengar redundant dan insignifikan.
Secara keseluruhan, album Waktu Bicara memang masih jauh dari kata sempurna. Namun harus diakui bahwa album ini adalah sebuah penyegaran bagi skena hip-hop Indonesia yang kekeringan akan kualitas, terutama pada area penulisan lirik berbahasa Indonesia. Album ini merupakan sebuah testamen yang berpotensi menjadi pembuka pintu bagi maraknya penggunaan wordplay dan metafora pada skena Hip-Hop Indonesia di masa mendatang. Album kedua memang seringkali menjadi puncak karir dan kualitas bagi beberapa musisi. Namun bagi Laze, album ini hanyalah permulaan.
Comments